Print
Category: Prestasi
Hits: 131628

SEKAPUR SIRIH

Rasulullah SAW. Bersabda: “Menuntut ilmu itu hukumnya Fardhu atas setiap Muslim, baik lelaki maupun wanita.

Awal-awal yang wajib dituntut oleh setiap manusia adalah ilmu mengenal Tuhannya (ma’rifat kepada Allah) dengan yakin. Oleh karena itu, ilmu-ilmu utama yang wajib dituntut adalah:

  1. Ilmu Tauhid, mengenal Tuhan.
  2. Ilmu fiqih, mengatur tata cara peribadatan kepada Allah dan tata hubungan (muammalah) kepada sesama makhluk.
  3. Ilmu Tasauf, membaguskan akhlak.
  4. Ilmu-ilmu fardhu kifayah, seperti ilmu kesehatan, astronomi, dagang dsb.

 

Di waktu belajar hendaklah berniat mencari Ridha Allah SWT, kebahagiaan akhirat, memerangi kebodohan sendiri dan segenap kaum bodoh.

Dalam menuntut ilmu itu harus sabar. Segala sesuatu maunya tinggi yang dituju tetapi jarang orang tabah mengembannya. Oleh karena itu, sebaiknya pelajar mempunyai hati tabah dan sabar dalam belajar kepada Gurunya, dalam mempelajari suatu kitab jangan sampai berhenti sebelum sempurna dipelajari, dalam suatu bidang ilmu jangan berpindah ke ilmu lain sebelum memahaminya benar-benar, dan juga dalam tempat belajar jangan sampai berpindah ke tempat lain kecuali karena terpaksa. Kalau hal ini dilanggar, dapat membuat urusan kacau balau, hati tidak tenang, waktupun terbuang dan melukai hati Guru.

Seorang pelajar tidak akan memperoleh kesuksesan ilmu dan tidak pula ilmunya bermanfaat, selain jika mau mengagungkan ilmu itu sendiri, ahli ilmu, dan menghormati keagungan gurunya. Ada dikatakan: “dapatnya orang mencapai sesuatu hanya karena mengagungkan sesuatu itu, dan gagalnya juga hanya karena tidak mau mengagungkannya.” Tidaklah saudara tahu, manusia tidak menjadi kafir lantaran ma’siatnya, tetapi jadi kafir lantaran “tidak mengagungkan Allah.”

Termasuk arti mengagungkan ilmu, yaitu menghormati Guru. Saidina Ali r.a. berucap: “Saya menjadi hamba sahaya orang yang telah mengajarkanku satu huruf. Terserah padanya, saya mau dijual, dimerdekakan ataupun dijadikan hambanya.”

 

Memang benar orang yang mengajarmu satu huruf ilmu yang diperlukan dalam urusan agamamu, adalah Bapak dalam kehidupan agamamu. Hingga ada dikatakan: “Bagi orang yang ingin agar puteranya alim, hendaklah suka memelihara, memuliakan, mengagungkan dan menghaturkan hadiah kepada kaum ahli agama yang tengah dalam pengembaraan keilmuan. Kalau ternyata bukan puteranya yang alim, maka cucunyalah nanti,”

Termasuk arti menghormati Guru, yaitu jangan berjalan didepannya, duduk ditempatnya, memulai mengajak berbicara kecuali atas perkenan darinya, berbicara macam-macam didepannya, dan menanyakan hal-hal yang membosankannya. Tapi hendaklah menghemat waktu, jangan sampai mengetuk pintunya, cukuplah sabar menanti di luar hingga ia sendiri yang keluar dari rumah. Pada pokonya, adalah melakukan hal-hal yang mem-buatnya rela, menjauhkan amarahnya dan menjunjung tinggi perintahnya yang tidak bertentangan dengan agama, sebab orang tidak boleh taat kepada sesama makhluk dalam melakukan perbuatan durhaka kepada Allah Maha Pencipta. Termasuk menghormati guru pula, menghormati putera dan semua orang yang bersangkut paut dengannya. Barang siapa yang melukai hati gurunya, berkah ilmunya tertutup dan hanya sedikit manfaatnya.

Selanjutnya disarankan kepada para pelajar agar menyempatkan diri untuk membaca buku Ta’limu Muta’allim, yakni Bimbingan bagi Penuntut Ilmu. Ada yang telah diterjemahkan oleh Drs. H. Aliy As’ad. Kitab ini amat penting. Menjadi bacaan pokok pesantren. Bacaan wajib, ketika sang santri memulai belajar. Entah sudah berapa ratus/ribu atau entah sudah berapa juta sejak dulu hingga sekarang, para kyai yang ketika dahulu membaca kitab ini.

Mengingat pelajar kita pada umumnya mayoritas muslim, maka sangat tepat jika mereka juga mempelajari dan menelaah kitab ini. Demikianpun para guru kita di sekolah umum, sehingga mereka mempunyai acuan yang kuat untuk membimbing dan membentuk anak didik agar berilmu sekaligus berakhlak mulia.

 

 Martapura, 8 Oktober 2016

Editor: Syaiful Yazan

This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.

 

MARI MENJADI PELAJAR YANG BERHASIL 

Bagaimana belajar sebaik mung-kin adalah faktor utama bagi seorang pelajar untuk berhasil. Meskipun seseorang mempunya kecerdasan tinggi dan memiliki fasilitas belajar yang memadai,

begitu juga dengan guru-guru yang bermutu dan sebuah sekolah yang ternama, semua ini belum cukup untuk menjamin keberhasilan belajar. Seseorang tidak akan berhasil kecuali sanggup mengorganisasikan diri, menata diri untuk belajar sebaik mungkin. Kebanyakan penuntut ilmu, sejak sekolah dasar hingga ke jenjang perguruan tinggi, universitas, memiliki masalah yang sama berkenaan dengan metode belajar. Mereka merasa telah melakukan hal-hal yang tidak sesuai dan tidak efektif, namun tidak sanggup menemukan cara yang lebih baik. Mereka cuma mengeluh bahwa itu susah diingat, dipelajari, susah untuk lulus dan lain sebagainya. Sebagian mencoba untuk belajar serajin mungkin, belajar hingga larut malam, melahap setiap sesuatu yang diajarkan, tetapi apa yang mereka capai masih di bawah dari yang mereka harapkan. Sungguh demikian, ada saja sebagian pelajar yang nampak santai-santai saja, mereka tidur malam lebih awal, belajar sekedarnya, fasilitas sederhana, dan bersekolah di sekolah biasa-biasa saja, namun cukup berhasil. Lebih efektif mereka belajar, lebih berhasil mereka.

         Sebelum membahas mengenai metode-metode belajar yang dapat menjamin kepuasan, kita harus mengidentifikasi masalah-masalah yang kita hadapi. Ada hubungan antara kesehatan fisik dan keefektifan belajar. Seorang yang sakit tidak akan merasakan lezatnya makanan jika ia belum mengobati sakitnya terlebih dahulu. Ini sama halnya dengan seorang pelajar yang memiliki masalah-masalah. Segenap usaha keras dalam belajar akan sia-sia kecuali masalah-masalah tersebut dapat dipecahkan. Berikut sejumlah masalah utama yang biasa kita hadapi.

 

 

Rendahnya Motivasi dan Tiada Tujuan Khusus dalam Belajar

         Mungkin kita kurang motivasi dan tujuan yang pasti dalam belajar. Jika belajar hanya sebagai suatu pelarian dari rumah, bisnis, atau sekedar mengisi waktu, maka sudah barang tentu ini semua tidak mendatangkan banyak kemajuan. Keberhasilan dalam belajar juga tergantung pada motivasi. Kebutuhan dan hasrat untuk mencapai suatu tujuan dapat berati perbedaan antara kesuksesan dan kegagalan. Motivasi bisa datang dari dalam dan dari luar. Motivasi dari dalam timbul dari keinginan dan harapan, dari hasrat untuk melakukan sesuatu atau menjadi seorang tokoh tertentu. Mempelajari maksud yang terbit dari seseorang, keinginan dari dalam sifatnya individualistis dan beragam. Jika kita belum siap dengan hal ini, kita harus pikirkan secara cermat tentang apa yang kita inginkan dari kegiatan belajar kita, dan mengapa? Sekarang ini mengatasi masalah ketidaktahuan akan tujuan belajar nampak diabaikan. Meskipun tidak seburuk tujuan itu sendiri, hal ini kurang jelas dan mengambang, maksudnya tujuan itu tidak dirumuskan secara khusus dan pasti. Sebuah tujuan harus disusun dan segenap usaha belajar diarahkan untuk mencapai tujuan ini. Sebuah tujuan seperti demikian adalah penting karena akan menetapkan arah dan derajat motivasi belajar.

         Seseorang boleh jadi termotivasi kuat dari dalam, yang lain tidak. Tak seorangpun terus-menerus termotivasi dari dalam atau termotivasi secara tetap dari dalam. Ada sumber motivasi lain, yakni dari luar. Dalam pendidikan, nilai-nilai dan ganjaran-ganjaran merupakan bentuk-bentuk utama dari motivasi luar. Sudah barang tentu penilaian dan penghargaan dari teman-teman atau sejenisnya hanyalah merupakan bagian dari bentuk-bentuk motivasi untuk belajar. Walau begitu, semua ini tidah semestinya menjadi tujuan utama. Penilaian dan penghargaan membantu memotivasi para pelajar, tetapi ini hanya kecil, merupakan langkah-langkah antara atau batu-batu lompatan untuk mencapai tujuan yang sesungguhnya, tujuan hakiki. Sungguh merupakan suatu hal yang lucu jika menetapkan nilai-nilai dan penghargaan sebagai ambisi tunggal.

         Tidak seorangpun dapat menyediakan motivasi untuk kita. Ini harus timbul dari diri kita sendiri. Karenanya, sebagai cara untuk membangkitkan semangat seseorang, membangkitkan kepercayaan diri seseorang, sugesti dapat diberikan kepadanya. Bagi pelajar, agar dia menyadari bahwa kebiasaan-kebiasaan belajar yang baik bergantung kepada motivasi yang baik. Lebih jauh, kebiasaan-kebiasaan belajar yang baik adalah penting karena memungkinkan kita untuk melakukan lebih banyak hal dalam waktu yang sedikit. Hal penting untuk disadari adalah bagaimana mutunya, kualitasnya, bukan seberapa banyak atau lamanya kita belajar.

 

Kurangnya Konsentrasi

        Berkonsentrasi maksudnya adalah memusatkan, memfokuskan perhatian secara nyata dan menyeluruh atas sesuatu tujuan. Terkadang, jika tidak keseringan, konsentrasi kita buyar oleh adanya gangguan, sesuatu seperti masalah-masalah, keributan, tamu yang tak diharapkan atau seseorang yang mengalihkan perhatian kita dari apa yang tengah kita lakukan. Sudah maklum, kita memiliki masalah-masalah semenjak kita dilahirkan, lebih lama kita hidup, lebih banyak masalah yang kita hadapi. Masalah-masalah menuntut kita berpikir untuk mencari pemecahan secara terus menerus. Terlebih lagi, kita harus memikirkan banyak hal dalam waktu bersamaan. Ini akan membuat konsentrasi buyar. Kebanyakan kita memiliki pengalaman serupa. Kita sering berpikir tentang kekasih kita, rumah, masa depan, kegagalan, uang, teman-teman atau hal-hal lainnya selagi kita belajar atau membaca. Sebagai suatu kenyataan, kita sering tidak menyadari hal ini untuk suatu jangka waktu yang lama, kita tidak juga membalik halaman buku yang semestinya kita baca. Kita membaca, belajar, mengikuti perkuliahan, namun pikiran kita tidak turut serta untuk itu, melayang ke hal lain. Untuk mengatasi hal ini, kita harus sadar bahwa kita tengah berbuat sesuatu yang ada di hadapan kita dan berhentilah memikirkan masalah-masalah lainnya. Katakan ‘tidak’ pada pikiran anda. Beritahu diri anda, ‘aku berkon-sentrasi untuk ini. Aku punya waktu lain untuk memikirkan hal lainnya.’

Tidak peduli subjek apa yang dipelajari, akan sangat mudah berkonsentrasi tatkala kita tertarik akan hal yang tengah kita lakukan. Akan sulit jadinya, jika tidak demikian.

Selama pendidikan kita, kita mungkin mempelajari sejumlah subjek yang tidak menarik hati kita atau sesuatu yang nampaknya tak bernilai buat kita. Tidak peduli, apakah itu subjek yang harus dipelajari dan harus lulus, akan bermanfaat jika disadari bahwa pada kenyataannya sembarang subjek sesungguhnya menarik dan berguna. Banyak orang menemukan ketertarikan padanya dan berkarir dalam bidang tersebut. Mengapa kita tidak? Terdapat beberapa jalan mengembangkan daya tarik terhadap subjek-subjek tertentu:

  1. Pikirkan bagaimana dan mengapa suatu subjek itu penting bagi pendidikan umum kita. Fisika mungkin nampak tidak menarik, tetapi jika kita mengerti akan eksplorasi ruang angkasa, maka fisika akan bermanfaat. Bahasa Inggris nampak tidak menarik, tetapi jika kita tertarik akan komunikasi internasional, informasi dan ilmu pengetahuan, sains, bahasa Inggris akan menjadi amat penting. Kedalaman dan keanekaragaman ketertarikan kita membantu kita memahami dunia modern dan mengukur perkemba-ngan kita sebagai orang yang terpelajar dan beradab.
  2. Pikirkan bagaimana suatu subjek itu berhubungan dengan subjek-subjek lainnya atau waktu, tempat, maksud dan masalah lainnya. Kita tidak mempelajari informasi atau ide-ide yang terkotak-kotak, terisolasi, berdiri sendiri, meskipun program studi kita terpecah menjadi bagian-bagian dan pelajaran-pelajaran terpisah. Sejarah kuno bertalian dengan peristiwa-peristiwa sekarang, matematika berguna dalam ekonomi, sosiologi dan hukum bertalian erat dan tercantum dalam literatur, psikologi amat penting bagi dunia pendidikan. Suatu subjek yang nampak tidak menarik pada dirinya sendiri malah mungkin menjadi amat menarik bila dihubungkan dengan lainnya.
  3. Daya tarik tergantung kepada pema-haman. Jika kita tidak mengerti cerita “The Bold and Beautiful,” dan lebih lagi jika kita tidak mengerti bahasa Inggris, maka kita tidak akan begitu tertarik menyaksikan film tersebut. Tetapi jika kita meluangkan waktu dan mau bersusah payah untuk mengetahui baik bahasa Inggris maupun jalan cerita film tersebut, mungkin sekali kita mendapat kesenangan menyaksikan film tersebut. Boleh jadi kita tidak tertarik akan permainan bridge sebagai suatu permainan karena kita tidak memahami aturannya. Tidak bijaksana memulai dengan pemikiran bahwa suatu subjek membosankan dan sulit. Hal utama atas segalanya, kita harus sukses dalam persiapan kita, membaca, tugas kelas, dan tugas rumah, pekerjaan rumah. Jika kita gagal mempelajari satu bagian informasi, maka semua informasi yang bergantung padanya pun akan menjadi kabur. Kita akan kehilangan, walau bagaimana tertariknya kita pada mulanya disebabkan kita tidak mengerti. Belajar dengan teratur, tidak malu bertanya dan meminta bantuan atas segala sesuatu yang belum mengerti adalah cara-cara mempertahankan daya tarik dan konsentrasi, di samping berhenti ‘menghayalkan’ hal-hal lain ketika kita sedang belajar.

 

 Merasa Minder dan Gugup

      Kita sering berucap pada diri sendiri bahwa kita mempunyai tarap kecerdasan atau intelejensi begitu rendah untuk belajar suatu pelajaran yang sukar. Pada waktu yang sama, kita membandingkan kemampuan diri kita dengan mereka-mereka yang lebih pintar. Pada mulanya kita melakukan hal ini sebagai sebuah pengamatan sepintas atas mereka yang kita anggap lebih tadi, namun secara berlahan, kita sampai pada suatu keyakinan bahwa kita lebih buruk daripada orang-orang lain dan akhirnya meragukan kemampuan diri sendiri. Dengan kata lain, kita kehilangan kepercayaan diri. Akibatnya, subjek yang mudah menjadi sangat sulit. Ini bukan berarti subjek itu sendiri terlalu sulit, akan tetapi kepercayaan kita jualah yang membuatnya demikian. Kita kalah sebelum bertanding. Bagaimana jalan keluarnya?

Kita harus sadar, betapapun kecilnya, kita memiliki kemampuan-kemampuan dan pencapaian-pencapaian atau keutamaan-keutamaan seperti juga orang lain. Kita dapat melakukan sebagaimana orang lain bisa melakukannya, meskipun ada juga yang tidak dapat kita lakukan sementara orang lain dapat melakukannya. Hal penting adalah, cobalah memulainya dan ikuti kesudahannya.

 

Manajemen Waktu

Kita sering membuang waktu. Ini kebiasan buruk yang sulilt dihilangkan. Kita mungkin duduk menghadapi ujian dan menemukan sejumlah kesulitan, kita sering berkata pada diri sendiri, ‘aku akan berusaha giat dan belajar lebih keras setelah ujian ini, aku harus belajar.’ Tetapi kenyataannya kita tidak melakukan apapun selain berkata pada diri sendiri bahwa kita akan melakukannya nanti, namun itu tak pernah dilakukan dan berujung dengan penyesalan.

Tidak ada resep untuk mengatasi hal ini kecuali lakukan penjadwalan (atau gunakan waktu sebaik mungkin). Apa yang harus kita lakukan adalah ‘rencanakan pekerjaan dan kerjakan rencana itu.’ Ini maksudnya bahwa kita harus menyusun jadwal yang jelas dan mentaatinya. Ini merupakan suatu aturan yang paling bijaksana sekaligus terberat dalam kegiatan belajar karena selain gangguan dan godaan biasa, sering  juga muncul interupsi-interupsi (gangguan-gangguan)  yang tidak diharapkan.

Tersedia cukup waktu dalam sehari untuk bercanda dan santai begitu pun untuk belajar, tetapi mungkin kita tidak mendapatkan kesempatan untuk semua itu kecuali kita menata waktu. Kita mungkin membuang-buang waktu jika kita tidak memiliki sebuah jadwal. Tugas-tugas kita akan menumpuk. Lebih lama kita menunda lebih banyak tugas tertumpuk. Lebih banyak tugas meng-hadang, lebih sedikit kesenangan kita memulai pekerjaan.

Jika sebuah jadwal dapat diren-canakan secara persis dan ditaati secara disiplin, maka sekurangnya ada dua keuntungan:

  1. Terdapat banyak kesempatan untuk memahami apa yang harus kita pelajari dan mengerjakan tugas yang banyak dengan penuh gairah dan kemudahan. Nyatanya, hal ini memungkinkan untuk mendorong pikiran seseorang dapat menerima dan memahami banyak hal secara bersamaan waktunya (simultan), artinya secara berkelanjutan berdasar akibat atau konsekuensi logis dari hal-hal yang terdahulu. Mustahil menyerap semua materi selama enam bulan dalam satu malam untuk sebuah ujian. Oleh karena itu, kita harus mempertanyakan kepada diri kita sendiri ada berapa banyak waktu yang tersedia, dan berapa banyak waktu yang kita perlukan untuk mengerjakan sesuatunya, bukan hanya berapa banyak yang kita lakukan.
  2. Perbaikan (revisi) dan pengulangan (resitasi) sangat bermanfaat, terkhusus buat mereka yang lemah daya ingatnya. Banyak orang merasa bahwa mereka gampang lupa. Tetapi sesungguhnya, mereka beruntung, karena semakin banyak mereka lupa semakin banyak yang mereka ingat. Walau demikian, penting buat kita – siapapun juga – mengulang sesegera dan sebanyak mungkin apa yang telah kita pelajari. Kita dapat belajar dari diagram berikut (diambil dari Deese 1964, setelah Spitzer 1939):
  3. Data menunjukkan efek dari pengulangan atau resitasi yang dilakukan oleh lima kelompok anak (A, B, C, D, E), dapat dikatakan bahwa sejelimet-jelimetnya materi ditelaah, sekitar 80% dari apa yang telah dipelajari akan terlupakan kecuali dilakukan suatu tindakan seperti resitasi, dan walaupun tindakan usaha mengingat dilakukan atas materi ter-sebut, karena kebanyakan proses pelupaan terjadi dalam waktu 24 jam, maka lebih cepat revisi atau resitasi dilakukan setelah belajar akan lebih baik. Lebih sering revisi atau resitasi dilakukan, maka lebih sedikit kesempatan untuk lupa.

 

Kesimpulan

Kesimpulannya, agar kita dapat belajar sebaik mungkin dan menjadi seorang pelajar yang berhasil, terdapat sejumlah faktor utama yang harus diperhatikan. Pertama, kenali atau identifikasi masalah-masalah kita. Rendahnya motivasi, tujuan belajar yang kurang jelas,

kurangnya konsentrasi, gugup dan tidak percaya diri, serta masalah penataan, pembagian waktu, adalah masalah-masalah utama yang biasa kita hadapi. Kedua, oleh karena itu kita harus membangkitkan motivasi diri, menetapkan tujuan-tujuan belajar, membangkitkan minat, dan juga konsentrasi, menumbuhkan kepercayaan diri, begitu pun merencanakan pekerjaan dan mengerjakan rencana tersebut. Lebih lanjut, revisi (perbaikan) dan resitasi amat berguna. Akhirnya kita dapat memilih metode-metode belajar yang sesuai dan meraih hasil yang menggembirakan.

 

Martapura, 23 Juli 2003

Diterjemahkan secara bebas oleh: Syaifu Yazan

dari Let’s be a Successful Student, tulisan Zubaidi Taqrib pada Hello English Magazine, No. 56, July 1988. Semarang.

 

 

TANGGUNG JAWAB SISWA

Jauh sebelumnya, siswa harus sadar akan pemenuhan tanggung jawab mereka. Sukses atau gagalnya mereka sangat bergantung kepada tingkat pemenuhan tanggung jawab tersebut.

Penekanan bahwa kesuksesan atau kega-galan belajar hanya bergantung pada rerata nilai tes, atau juga pada kehadiran di kelas, harus diubah sehingga para siswa mengerti bahwa hal ini hanya dua faktor dari sekian banyak faktor yang menentukan perolehan nilai akhir. Usaha untuk mewujudkan kesuksesan siswa harus merupakan kombinasi usaha atau kerja sama antara guru – siswa - dan orang tua. Guru senantiasa meningkatkan kualitas keprofesiannya dengan melakukan persiapan bahan pengajaran dan merancang strategi pengajarannya dengan sebaik mungkin, memberikan serangkaian evaluasi dan sebagainya. Siswa juga harus memenuhi tanggungjawabnya bila hendak berhasil. Tetapi apa yang harus siswa lakukan? Sejumlah tanggung jawab siswa dimaksud adalah sebagai berikut:

  1. Penanganan Tugas-tugas (PR)

Para siswa berkewajiban untuk:

  1. Menerima penugasan secara jelas dan teliti.
  2. Mengikuti petunjuk-petunjuk penyelesaian tugas sebagaimana dicontohkan.
  3. Bekerja secara jujur dan cermat.
  4. Mengerjakan secara lengkap semua tugas.
  5. Berusaha minta bantuan jika memang diperlukan.
  6. Mengerjakan tugas-tugas meskipun tidak hadir pada hari pemberian tugas-tugas itu.
  7. Secara berkala mengulang-ulang penugasan terdahulu (yang berkaitan).

 

  1. Keterlibatan dalam Kelas

Dalam ruang kelas, siswa harus selalu:

  1. Segera bersiap diri pada saat pelajaran mulai.
  2. Memiliki semua perlengkapan yang diperlukan: buku catatan, buku latihan, buku paket, pensil, pena dsb.
  3. Berusaha memusatkan perhatian terhadap bahan pelajaran yang dipelajari, disajikan.
  4. Lontarkan pertanyaan-pertanyaan berkenaan dengan materi pelajaran yang disampaikan.
  5. Dengarkan pertanyaan-pertanyaan berikut jawaban-jawabannya yang dilontarkan pihak lain.
  6. Terlibatlah aktif dalam diskusi-diskusi.
  7. Jadilah sukarelawan dengan menjawab di papan tulis atau memberi jawaban di bangku belajar.

 

 

  1. Tes-tes

Hasil-hasil tes dapat dimaksimalkan jika siswa:

  1. Mengulang pelajaran jauh-jauh hari sebelumnya. Hal ini dimaksudkan supaya ada ruang waktu yang cukup untuk mempersiapkan diri, tidak terburu-buru dan dapat menunjukkan kemampuan seutuh-nya pada saat tes.
  2. Mempalajari bagian-bagian pelajaran yang sesuai dan mengerjakan model-model latihan soal pada buku-buku teks.
  3. Percaya pada kemampuan diri sendiri dan ingat bahwa hasil akhir ditentukan atas dasar keseluruhan usaha bukan hanya pada tes.
  4. Memiliki semua perlengkapan yang diperlukan: pensil-pensil, jangka-jangka dsb.
  5. Mengikuti arahan-arahan dan membaca petunjuk-petunjuk secara cermat.
  6. Memperlihatkan seluruh pekerjaan dengan jelas.
  7. Mengerahkan seluruh usaha untuk meraih hasil terbaik pada setiap ujian.
  8. Mengerjakan PR-PR secara teratur.
  1. Kehadiran di Kelas

Siswa harus selalu ingat bahwa:

  1. Setiap hari absen dari pelajaran, terutama matematika, akan berdampak serius karena ini berarti kehilangan dua hari pelajaran, pertama pada hari tidak hadir dan kedua pada hari berikutnya, mengi-ngat pemahaman pada pelajaran berikutnya bergantung dari pemahaman pada pelajaran sebelumnya.
  2. Meninggalkan kelas adalah pelanggaran disiplin, selain kehilangan pelajaran.
  3. Datang terlambat berarti kehilangan saat-saat berharga di mana mungkin telah disampaikan bagian pelajaran yang amat penting. Selain itu, keterlambatan merupakan gangguan terhadap kelas dan guru yang tengah mengajar. Keterlambatan yang terus-menerus bisa jadi mencerminkan sikap kurang berminat siswa terhadap mata pelajaran bersangkutan.
  1. Disiplin

Prilaku menyimpang di ruang kelas akan mengganggu setiap orang. Prilaku ini tidak membantu malah dapat mempengaruhi guru untuk menumbuhkan perasaan negatif terhadap siswa yang berprilaku menyimpang tersebut, dimana secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap perolehan nilai akhirnya.

  1. Sikap dan Usaha

Siswa harus peduli akan usaha yang baik dengan mencari bantuan ekstra bila diperlukan (dari guru, teman sekelas, atau dari kelompok tutor/pembimbing di dalam atau di luar sekolah), dengan melakukan kerja keras bila ditugasi, dengan tidak datang terlambat ke kelas atau dengan berprasangka positif terha-dap pelajaran yang dihadapi, dengan memenuhi segenap tanggung jawab sebagaimana diterakan sebelumnya.

 

 

      Setiap anak muda memiliki dua tangan. Guru memegang satu tangannya untuk memberikan bimbingan dan arahan kepada siswa dalam proses pendiikan, sebagaimana guru dilatih untuk menunaikan tugas ini. Tangan satunya lagi dipegang orang tua si anak, yang secara moral memiliki hak dan tanggung jawab untuk membimbing dan mengarahkan kemampuan anak dengan sebaik-baiknya. Jadi, para orang tua  turut bertanggung jawab atas penampilan siswa dalam kelas.  Walau-pun mungkin mereka memainkan sedikit tanggung jawab dan meskipun tanggung jawab-tanggung jawab tersebut berbeda dengan yang dituntut dari siswa dan guru, hal ini tidak kalah penting. Pada kenyataannya, secara alami segenap tanggung jawab para orang tua  lebih jelas nampak, lebih meyakinkan dan berpengaruh.

 

Tanggung Jawab Orang Tua:

  1. Memeriksa dan meyakinkan bahwa para siswa mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rumah mereka secara leng-kap dan teliti tatkala penugasan ini siswa terima.
  2. Menunjukkan per-hatian serius terhadap hasil-hasil tes siswa, memberikan dukungan dan membesarkan hati mereka secara tepat.
  3. Sekali waktu menghubungi guru untuk memantau kemajuan siswa.
  4. Mendiskusikan dengan anak-anak me-reka akan masalah-masalah yang mungkin berpengaruh terhadap proses pembelajaran.
  5. Siap sedia memberikan bantuan tambahan ketika diperlukan.

 

Martapura, Sabtu, 02 November 2019

Disadur oleh Syaiful Yazan

dari Teaching Secondary School Mathematics, Alfred S. Posamentier & Jay Stepelmen. Merril Publishing Company, Columbus, Ohio, 1990.

 

  Thinking like a Genius

"Even if you're not a genius, you can use the same strategies as Aristotle and Einstein to harness the power of your creative mind and better manage your future."

The following eight strategies encourage you to think productively, rather than reproductively, in order to arrive at solutions to problems. "These strategies are common to the thinking styles of creative geniuses in science, art, and industry throughout history."

  1. Look at problems in many different ways, and find new perspectives that no one else has taken (or no one else has publicized!)

Leonardo da Vinci believed that, to gain knowledge about the form of a problem, you begin by learning how to restructure it in many different ways. He felt that the first way he looked at a problem was too biased. Often, the problem itself is reconstructed and becomes a new one.

  1. Visualize!

When Einstein thought through a problem, he always found it necessary to formulate his subject in as many different ways as possible, including using diagrams. He visualized solutions, and believed that words and numbers as such did not play a significant role in his thinking process.

  1. Produce! A distinguishing characteristic of genius is productivity.

Thomas Edison held 1,093 patents. He guaranteed productivity by giving himself and his assistants idea quotas. In a study of 2,036 scientists throughout history, Dean Keith Simonton of the University of California at Davis found that the most respected scientists produced not only great works, but also many "bad" ones. They weren't afraid to fail, or to produce mediocre in order to arrive at excellence.

  1. Make novel combinations. Combine, and recombine, ideas, images, and thoughts into different combinations no matter how incongruent or unusual.

The laws of heredity on which the modern science of genetics is based came from the Austrian monk Grego Mendel, who combined mathematics and biology to create a new science.

  1. Form relationships; make connections between dissimilar subjects.

Da Vinci forced a relationship between the sound of a bell and a stone hitting water. This enabled him to make the connection that sound travels in waves. Samuel Morse invented relay stations for telegraphic signals when observing relay stations for horses.

  1. Think in opposites.

Physicist Niels Bohr believed, that if you held opposites together, then you suspend your thought, and your mind moves to a new level. His ability to imagine light as both a particle and a wave led to his conception of the principle of complementarity. Suspending thought (logic) may allow your mind to create a new form.

  1. Think metaphorically.

Aristotle considered metaphor a sign of genius, and believed that the individual who had the capacity to perceive resemblances between two separate areas of existence and link them together was a person of special gifts.

  1. Prepare yourself for chance.

Whenever we attempt to do something and fail, we end up doing something else. That is the first principle of creative accident. Failure can be productive only if we do not focus on it as an unproductive result. Instead: analyze the process, its components, and how you can change them, to arrive at other results. Do not ask the question "Why have I failed?", but rather "What have I done?"

 

Adapted with permission from: Michalko, Michael, Thinking Like a Genius: Eight strategies used by the super creative, from Aristotle and Leonardo to Einstein and Edison